Ingkar Janji (Wanprestasi)

Menurut Yurisprudensi MA No.547K/ SIP/1972 pada dasarnya orang / badan bebas menyusun atau merumuskan Gugatan, asal cukup memberikan gambaran tentang kejadian materiil yang menjadi dasar gugatan).

Video penjelasan mengenai kasus ingkar Janji.
Klik play untuk melihat Videonya

Wanprestasi

Ingkar Janji dalam Bahasa hukum biasa disebut dengan nama wanprestasi yaitu
tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban dalam suatu perjanjian.

1. Gugatan Ingkar Janji

Gugatan pada prinsipnya didefenisikan sebagai tuntutan hukum untuk pemenuhan hak dan kewajiban tertentu, yang diajukan oleh seseorang atau lebih (sebagai Penggugat) terhadap Subyek Hukum orang/badan hukum (sebagai tergugat).

Adapun wanprestasi yang berarti prestasi atau kewajiban yang buruk. Wanprestasi berarti tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban yang telah dijanjikan. Gugatan wanprestasi sendiri apat diajukan ke pengadilan oleh pihak yang merasa dirugikan untuk menegakkan hak-hak atas kontrak atau perjanjiannya.

Unsur-unsur gugatan wanprestasi, antara lain:

• Tidak melakukan apa yang disanggupi atau tidak melakukan apa yang sudah dijanjikan seperti yang tertuang dalam sebuah perjanjian;
• Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
• Melakukan apa yang dijanjikan, namun melebihi batas waktu yang sudah disepakati;
• Melakuan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

2. Isi Dari Gugatan

Isi surat gugatan atau syarat materiil surat gugatan mengacu pada Pasal 8 ayat (3) Rv yang pada pokoknya harus memuat:

• Identitas para pihak

Ciri-ciri dan keterangan yang lengkap dari para pihak yang berperkara yaitu, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, agama dan tempat tinggal. Kalau perlu agama, umur, status, dan kewarganegaraan. Pihak-pihak yang ada sangkut pautnya dengan persoalan harus disebutkan dengan jelas mengenai kapasitas dan kedudukannya apakah sebagai penggugat atau tergugat.

• Dasar Gugatan atau Fundamentum Petendi atau Posita

Dasar gugatan atau posita berisi dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar-dasar dan alasan-alasan dari gugatan. Posita terdiri dari dua bagian, yaitu:

1. bagian yang menguraikan kejadian atau peristiwanya (feitelijke gronden); dan
2. bagian yang menguraikan tentang dasar hukumnya (rechts gronden) sebagai uraian tentang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis gugatan.

• Petitum atau Tuntutan

Petitum berisi apa yang diminta atau tuntutan supaya diputuskan oleh pengadilan. Petitum akan dijawab dalam dictum atau amar putusan.

3. Syarat Dari Gugatan

A. Syarat materiil gugatan adalah syarat yang berkaitan dengan isi atau materi yang harus dimuat dalam surat gugatan. Dalam arti lain, syarat materiil merupakan substansi pokok dalam membuat surat gugatan. Syarat Materil HIR & RBG hanya mengatur cara mengajukan 118 & 120 Menurut Yurisprudensi MA No.547K/ SIP/1972 pada dasarnya orang / badan bebas menyusun atau merumuskan Gugatan, asal cukup memberikan gambaran tentang kejadian materiil yang menjadi dasar gugatan). Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat gugatan diantarnya yakni :

• Isi gugatan haruslah berdasarkan alasan-alasan dan fakta-fakta yang sebenarnya. Artinya gugatan dapat dibuktikan kebenarannya dan sesuai dengan alat bukti yang diajukan.

• Menyebutkan, memaparkan, dan menggambarkan uraian yang benar mengenai fakta-fakta kejadian yang sebenarnya, dari awal hingga kesimpulan.

• Pengajuan gugatan dilandasi dengan akal sehat atau logika kewajaran yang patut berdasarkan kerugian yang diderita oleh penggugat dan terbukti bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tergugat.

<a href="#">Image by freepik</a>

B. Sedangkan syarat formil suatu gugatan adalah syarat untuk memenuhi ketentuan tata tertib beracara yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.

Berikut merupakan beberap syarat formil gugatan :

1. Tidak melanggar kompetensi/kewenangan mengadili, baik kompetensi absolut maupun relatif.
2. Gugatan tidak mengandung error in persona.
3. Gugatan harus jelas dan tegas. Jika gugatan tidak jelas dan tidak tegas (obscuur libel) dapat mengakibatkan gugatan dinyatakan tidak diterima. Misalnya posita bertentangan dengan petitum.
4. Tidak melanggar asas ne bis in idem. Artinya gugatan tidak boleh diajukan kedua kalinya apabila subjek, objek dan pokok perkaranya sama, di mana perkara pertama sudah ada putusan inkracht yang bersifat positif yaitu menolak atau mengabulkan perkara.
5. Gugatan tidak prematur atau belum saatnya menggugat sudah menggugat.
6. Tidak menggugat hal-hal yang telah dikesampingkan, misalnya gugatan kedaluwarsa.
7. Apa yang digugat sekarang masih dalam proses peradilan (aanhanging geding/rei judicata deductae). Misalnya ketika perkara yang digugat sudah pernah diajukan dan sedang proses banding atau kasasi.

4. Kompetensi Pengadilan

Kompetensi adalah kewenangan mengadili dari badan peradilan. Kompetensi pengadilan dibagi menjadi dua yaitu :

Kompetensi Mutlak/Absolut : Pembagian kewenangan mengadili antar Peradilan dgn melihat jenis perkara dengan mendasarkan Pasal 18 UU 48/2009 Kekuasaan Kehakiman ( UU 14/70 UU 35/99 UU 4/2004 ) dilihat dari beban tugas masing-masing peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman seperti Mahkamah Agung & Badan peradilam yang berada dibawahnya, yakni :

• Peradilan Umum,
• Peradilan Agama,
• Peradilan Militer,
• Peradilan Tata Usaha Negara.

Kompetensi relatif yaitu pembagian kewenangan mengadili dari masing-masing pengadilan atas dasar wilayah hukum tertentu.

Tahapan Persidangan Perkara Wanprestasi

“Hukum tidak bisa menyelamatkan mereka yang menyangkalnya tetapi hukum juga tidak bisa melayani siapa pun yang tidak menggunakannya. Sejarah ketidakadilan dan ketidaksetaraan adalah sejarah tidak digunakannya hukum.”

Ingin Konsultasi Hukum Apa?

Advokat di KonsultasiHukum.co.id siap mendengarkan dan membantu mengatasi masalah seputar:

Hukum Pidana

Hukum Perdata

Hukum Perusahaan

Hukum Perceraian

Paten & Merek

DAPATKAN KEADILAN SEKARANG!

Masalah hukum bisa datang kapan saja. Untungnya ada KonsultasiHukum.co.id yang siap jadi pertolongan pertama dalam menghadapi masalah hukum.