Hukum Perceraian

Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

Hukum Perceraian

Ketika rumah tangga sudah tidak harmonis dan banyak terdapat perselisahan dan sudah tidak sejalan maka pernikahan bisa dilakukan proses perpisahan atau yang bisa disebut dengan perceraian.

Pada saat pernihakan dilakukan secara hukum yang sah maka perpisahan juga harus dilakukan secara hukum Indonesia dengan beberapa tahapan yang akan dilalui melalui persidangan.

Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan yang menunjukkan bahwa antara pasangan tersebut tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.

Alasan orang ingin bercerai

1. Kurangnya dukungan dari keluarga
2. Perselingkuhan atau hubungan di luar pernikahan
3. Ketidakcocokan
4. Kurangnya kedekatan
5. Terlalu banyak konflik atau pertengkaran
6. Ekonomi / Keuangan
7. Kurangnya komitmen
8. Perbedaan dalam pendekatan sebagai orang tua
9. Menikah terlalu muda
10. Nilai atau moral yang bertentangan
11. Penyalahgunaan zat
12. Kekerasan dalam rumah tangga secara fisik dan/atau emosional
13. Gaya hidup yang berbeda

Alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian menurut Undang Undang (UU) Perkawinan, UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu :

1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemauannya;

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri;

6.Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Alur Proses Perceraian

Tahapan-tahapan penanganan perkara di persidangan

1. UPAYA PERDAMAIAN.

Pada perkara perceraian, seperti cerai gugat dan cerai talak, hakim wajib mendamaian kedua belah pihak berperkara pada setiap kali persidang (Pasal 56 ayat 2, 65, 82, 83 UU No 7 Tahun 1989. Dan selanjutnya jika kedua belah pihak hadir dipersidangan dilanjutkan dengan mediasi PERMA No 1 Tahun 2008. Kedua belah pihak bebas memilih Hakim mediator yang tersedia di Pengadilan Agama Pelaihar tanpa dipungut biaya. Apabila terjadi perdamaian, maka perkaranya dicabut oleh Penggugat / Pemohon dan perkara telah selesai.

Dalam perkara perdata pada umumnya setiap permulaan sidang, sebelum pemeriksaan perkara, hakim diwajibkan mengusahakan perdamaian antara para pihak berperkara (Pasal 154 R.Bg), dan jika tidak damai dilanjutkan dengan mediasi. Dalam mediasi ini para pihak boleh menggunakan hakim mediator yang tersedia di Pengadilan Agama tanpa dipungut biaya, kecuali para pihak menggunakan mediator dari luar yang sudah punya sertikat, maka biayanya seluruhnya ditanggung kedua belah pihak berdasarkan kesepakatan mereka. Apabila terjadi damai, maka dibuatkan akta perdamaian (Acta Van Verglijk). Akta Perdamaian ini mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan putusan hakim,dan dapat dieksekusi, tetapi tidak dapat dimintakan banding, kasasi dan peninjauan kembali.

Apabila tidak terjadi damai dalam mediasi, baik perkara perceraian maupun perkara perdata umum, maka proses pemeriksaan perkara dilanjutkan.

<a href="#">Image by freepik</a>

2. PEMBACAAN SURAT GUGATAN PENGGUGAT.

Sebelum surat gugatan dibacakan, jika perkara perceraian, hakim wajib menyatakan sidang tertutup untuk umum, sementara perkara perdata umum sidangnya selalu terbuka.

Surat Gugatan Penggugat yang diajukan ke Pengadilan Agama itu dibacakan oleh Penggugat sendiri atau salah seorang majelis hakim, dan sebelum diberikan kesempatan oleh mejelis hakim kepada tergugat memberikan tanggapan/jawabannya, pihak penggugat punya hak untuk mengubah, mencabut atau mempertahankan isi surat gugatannya tersebut. Abala Penggugat menyatakan tetap tidak ada perubahan dan tambahan dalam gugatannya itu kemudian persidangan dilanjutkan ketahap berikutnya.

3. JAWABAN TERGUGAT.

Setelah gugatan dibacakan, kemudian Tergugat diberi kesempatan mengajukan jawabannya, baik ketika sidang hari itu juga atau sidang berikutnya. Jawaban tergugat dapat dilakukan secara tertulis atau lisan (Pasal 158 ayat (1) R.Bg). Pada tahap jawaban ini, tergugat dapat pula mengajukan eksepsi (tangkisan) atau rekonpensi (gugatan balik). Dan pihak tergugat tidak perlu membayar panjar biaya perkara.

4. REPLIK PENGGUGAT.

Setelah Tergugat menyampaikan jawabannya, kemudian si penggugat diberi kesempatan untuk menanggapinya sesuai dengan pendapat penggugat. Pada tahap ini mungkin penggugat tetap mempertahankan gugatannya atau bisa pula merubah sikap dengan membenarkan jawaban / bantahan tergugat.

5. DUPLIK TERGUGAT.

Setelah penggugat menyampaikan repliknya, kemudian tergugat diberi kesempatan untuk menanggapinya / menyampaikan dupliknya. Dalam tahap ini dapat diulang-ulangi sampai ada titik temu antara penggugat dengan tergugat. Apabila acara jawab menjawab dianggap cukup oleh hakim, dan masih ada hal-hal yang tidak disepakati oleh kedua belah pihak, maka hal ini dilanjutkan dengan acara pembuktian.

6. PEMBUKTIAN.

Pada tahap ini, penggugat dan tergugat diberi kesempatan yang sama untuk mengajukan bukti-bukti, baik berupa bukti surat maupun saksi-saksi secara bergantian yang diatur oleh hakim.

7. KESIMPULAN PARA PIHAK.

Pada tahap ini, baik penggugat maupun tergugat diberi kesempatan yang sama untuk mengajukan pendapat akhir yang merupakan kesimpulan hasil pemeriksaan selama sidang berlangsung menurut pandangan masing-masing. Kesimpulan yang disampaikan ini dapat berupa lisan dan dapat pula secara tertulis.

8. MUSYAWARAH MAJELIS HAKIM.

Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim bersifat rahasi (Pasal 19 ayat (3) UU No. 4 Tahun 2004. Dalam rapat permusyawaratan majelis hakim, semua hakim menyampaikan pertimbangannya atau pendapatnya baik secara lisan maupun tertulis. Jika terdapat perbedaan pendapat, maka diambil suara terbanyak, dan pendapat yang berbeda tersebut dapat dimuat dalam putusan (dissenting opinion).

9. PUTUSAN HAKIM.

Setelah selesai musyawarah majelis hakim, sesuai dengan jadwal sidang, pada tahap ini dibacakan putusan majelis hakim. Setelah dibacakan putusan tersebut, penggugat dan tergugat berhak mengajukan upaya hukum banding dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan diucapkan. Apabila penggugat / tergugat tidak hadir saat dibacakan putusan, maka Juru Sita Pengadilan Agama akan menyampaikan isi/amar putusan itu kepada pihak yang tidak hadir, dan putusan baru berkekuatan hukum tetap setelah 14 hari amar putusan diterima oleh pihak yang tidak hadir itu.

Mengurus perceraian harus pisah rumah 6 bulan ?

Saat ini terdapat aturan baru yaitu SEMA No. 1 Tahun 2022, C. Rumusan Kamar Agama No. 1 huruf a.1 yang menyebutkan :

“ Dalam upaya mempertahankan suatu perkawinan dan memenuhi prinsip mempersukar perceraian, maka :  perkara perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus dapat dikabulkan jika terbukti suami/ istri berselisih dan bertengkar terus menerus “atau” telah berpisah tempat tinggal selama minimal 6 (enam) bulan. “

Jawaban :

Aturan tertulis diatas terdapat frasa “atau”, sehingga hakim masih diberi kebebesan untuk memilih ketika ingin mengabulkan gugatan perceraian yaitu cukup dengan membuktikan alasan “pertengkaran terus menerus” atau disertai “ telah pisah tempat tinggal minimal 6 (enam)” bulan.

Dalam prakteknya dilapangan terkadang majelis hakim menafsirkan aturan tersebut dengan rigid, artinya jika pasangan belum pisah rumah 6 (enam) bulan, maka disarankan untuk mencabut gugatan cerai.

 

Beberapa Peristilahan Dalam Gugat Cerai

 

Gugat Cerai : Dalam UU Perkawinan dan PP 9/1975, arti cerai gugat atau gugatan cerai adalah gugatan yang diajukan oleh suami atau istri atau kuasanya ke pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat

Penggugat : Penggugat adalah orang atau pihak yang dalam perkara perceraian mengajukan permohonan gugatan. (orang yang menginginkan proses cerai)

Tergugat : Tergugat adalah orang atau pihak yang dalam perkara perceraian digugat oleh pihak penggugat (Orang yang diceraikan).

Replik : Replik adalah jawaban balasan atas jawaban tergugat dalam perkara perdata

Duplik : Duplik adalah jawaban tergugat atas replik yang diajukan penggugat.

Waktu penyelesaian siding gugat cerai : Pada umumnya proses perceraian akan memakan waktu maksimal 6 (enam) bulan di tingkat pertama, baik di Pengadilan Negeri maupun di Pengadilan Agama. Tetapi jika prosesi sidang berjalan dengan lancar, maka waktu yang diperlukan biasanya 3 (tiga) sampai 4 (empat) bulan saja.

Berapa lama surat akta cerai keluar dari pengadilan : Panitera berkewajiban memberikan Akta Cerai sebagai Surat Bukti Cerai kepada parapihak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung setelah putusan yang memperolehkekuatan hukum tetap tersebut diberitahukan kepada para pihak.

“Hukum tidak bisa menyelamatkan mereka yang menyangkalnya tetapi hukum juga tidak bisa melayani siapa pun yang tidak menggunakannya. Sejarah ketidakadilan dan ketidaksetaraan adalah sejarah tidak digunakannya hukum.”

Ingin Konsultasi Hukum Apa?

Advokat di KonsultasiHukum.co.id siap mendengarkan dan membantu mengatasi masalah seputar:

Hukum Pidana

Hukum Perdata

Hukum Perusahaan

Hukum Perceraian

Paten & Merek

DAPATKAN KEADILAN SEKARANG!

Masalah hukum bisa datang kapan saja. Untungnya ada KonsultasiHukum.co.id yang siap jadi pertolongan pertama dalam menghadapi masalah hukum.